Sabtu, 27 Agustus 2011

Keberingasan Terhenti Sejenak di Bulan Suci

Secara keseluruhan keberingasan masyarakat dalam mengkritisi keadaan seakan terhenti dibulan ini. Hal ini dapat dimaklumi karena sebagian besar masyarakat kita sangat- sangat menghormati bulan Ramadan dan Syawal. Dua bulan ini dikhususkan untuk bersilaturahmi dan bercengkerama dengan keluarga dan sanak famili serta handai taulan masing- masing.

Padahal sebelumnya, tiap hari hampir terjadi demo silih berganti, diwilayah negeri subur dan kaya seperti, Indonesia tercinta ini. Ironisnya hampir disetiap penghujung demo diakhiri oleh terjadinya peristiwa anarkis. Terlepas pemicunya, berawal dari pendemo, provokator dan atau berawal dari petugas yang suka main kasar.

Aksi turun jalan dengan memobilisir massa, yang dikenal dengan 'Demonstrasi', dikatakan adalah sudah menjadi pemandangan yang biasa terjadi dinegara yang menganut sistem demokrasi. Demonstrasi yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem demokrasi. Biasanya fenomena terjadinya demonstrasi diakibatkan oleh adanya kebuntuan saluran aspirasi yang ada, antara rakyat dengan para wakilnya, antara warga dengan pamong atau pemerintahnya. Kebuntuan Birokrasi (Birokratisme) - pun, akan memicu terjadinya aksi turun jalan.

Melalui tulisan ini, diharapkan bahwa suasana damai dan tenteram dibulan suci ini terbawa terus kebulan- bulan berikutnya. Dalam artian kalaupun akan terjadi aksi turun jalan, hal tersebut dilakukan dengan aksi damai. Semua dilakukan dengan mekanisme yang damai dan tak ada aksi kekerasan dari fihak manapun juga. Semua fihak diharapkan menyadari kelemahannya masing- masing dan saling melebur untuk membuat kesepakaan baru yang lebih bisa diterima seluruh komponen dan lapisan masyarakat dan rakyat Indonesia. Karena harus selalu diingat bahwa Demokrasi Indonesia adalah Demokrasi Pancasila. Bukan Demokrasi Liberal. Sehingga setiap masalah seharusnya dapat diselesaikan secara damai. Pancasila adalah alat pemersatu, bukan pemecah belah persatuan dan kesatuan.

Kiranya janganlah ada orang/ kelompok atau masyarakat dari golongan tertentu manapun juga yang berteriak dirinya Pancasilais, tetapi sesungguhya dalam hatinya haus akan kekuasaan, yang justru sikap dan perbuatannya tidak mencerminkan jiwa yang Pancasilais. Bahkan selalu memaksakan kehendak dan menampilkan kebrutalan dengan dalih menyelamatkan Pancasila.

Apabila pada akhirnya akan terjadi revolusi sosial dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, biarlah semua itu terjadi secara alamiah. Hal itu terjadi semata- mata hanya untuk terciptanya kualitas hidup bersama. Untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa dari keterpurukan- keterpurukan yang tidak perlu.

Namun sebisa mungkin kiranya tidaklah sampai kemekanisme revolusi sosial, karena efek sampingannya luar biasa jahatnya. Sebaliknya agar para pemegang otoritas di pemerintahan berbenah diri secara cepat mulai dari sekarang, karena tidak ada istilah terlambat untuk berbenah. Mendengarkan suara atau aspirasi rakyat secara keseluruhan dan mengambil kebijakan yang populer, yang produktif dan yang pro rakyat kebanyakan. Ingat kekayaan bumi, langit dan air di Indonesia, semata- mata dan sepenuh- penuhnya diperuntukkan demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Bravo!.. Merdeka!.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana pendapat Anda?